Wali Kota Surabaya, Jawa Timur Tri Rismaharini menegaskan, lokalisasi
prostitusi Dolly harus tetap ditutup sesuai jadwal yaitu 19 Juni 2014.
Ia tetap bersikukuh meski warga sekitar lokalisasi menentangnya.
"Saya kan harus menyelamatkan anak-anak. Apalagi letak Dolly kan
bercampur dengan permukiman warga sehingga menyebabkan terjadi
perdagangan manusia, termasuk mucikari anak-anak,” ujarnya di Surabaya,
Kamis (1/5).
Tak hanya itu, ia tidak ingin anak-anak disekitar Dolly hanya punya
wawasan semata tempat prostitusi. Padahal mereka memiliki kemampuan yang
sama dengan anak lain.
Karenanya, ia mengaku kaget ketika masyarakat Forum Pekerja Lokalisasi
(FPL) menolak penutupan Dolly. Namun niat untuk menutup lokalisasi Dolly
tetap tak berubah.
Ia akan tetap menutup tempat maksiat itu berdasarkan peraturan daerah
(perda) larangan difungsikannya rumah tempat tinggal sebagai tempat
asusila dan juga UU Perdagangan Orang.
Orang nomor satu di Surabaya itu pun mengaku telah memiliki strategi
khusus untuk mengatasi segala bentuk penolakan penutupan lokalisasi yang
konon terbesar se-Asia Tenggara itu.
Sayangnya Risma enggan menjelaskan strategi dan taktik seperti apa yang
dimaksud. "Yang jelas kami tidak akan membongkar permukiman warga. Kami
hanya menutup Dolly," ujarnya.
Ia menjelaskan, jika benar-benar ditutup, para mantan pekerja seks
komersial (PSK) Dolly akan mendapatkan pelatihan. Bahkan, ia bersedia
memberikan pinjaman modal. (*rol)
Kamis, 01 Mei 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar