JAKARTA, KOMPAS.COM Ketua Bidang Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha
Indonesia (DPN Apindo), Soebronto Laras mengatakan, saat ini Myanmar memegang
rekor sebagai negara dengan upah tenaga kerja termurah di regional ASEAN.
"Perbedaannya dengan Indonesia sangat jauh. Di Myanmar cuma Rp 700.000 per bulan. Sedangkan, di Indonesia kan tahu sendiri bisa Rp 2,4 juta per bulan," kata dia di gedung Apindo Training Centre, Jakarta, Rabu (16/4/2014).
Soebronto pun memastikan, itu merupakan kondisi riil yang ada di Myanmar, karena 3 bulan yang lalu dia sempat berkunjung ke sana. Upah murah Myanmar menjadi salah satu daya tarik investor. Ditambah lagi, kini Myanmar mulai terbuka kepada asing soal kepemilikan lahan.
Buktinya, kata Soebronto, Tiongkok kini mulai melirik Myanmar sebagai basis produksinya, setelah terbukanya lahan untuk investasi.
Ia mengatakan, pemerintah Indonesia sendiri bersikukuh menolak Tiongkok dengan alasan melindungi usaha kecil menengah. Namun, seiring dengan masuknya Tiongkok ke Myanmar, dia khawatir pada akhirnya akan banyak juga produk Tiongkok yang membanjiri pasar Indonesia.
"Jadi nanti barang yang masuk ke kita bukan lagi Made in China, tapi Made in Myanmar," ujarnya.
Dibanding Myanmar, kondisi hubungan industrial di Indonesia dinilai kurang menarik investor. Salah satu indikasinya, paska diguncang badai kenaikan UMP tinggi pada 2012, laju pertumbuhan ekonomi menurun drastis.
Pada 2013, kalangan pengusaha di bawah Apindo merasa, kesuraman hubungan industrial seolah tak lagi punya ruang dialog. Banyak terjadi demo buruh dan 'grebek' pabrik. Apindo menilai, meski di penghujung 2013 suasana cukup kondusif dengan dikeluarkannya Inpres No.9 tahun 2013, disusul dengan Permenakertrans No.7 tahun 2013, namun hal tersebut dianggap tidak cukup efektif untuk membendung tingginya kenaikan upah minimum.
"Perbedaannya dengan Indonesia sangat jauh. Di Myanmar cuma Rp 700.000 per bulan. Sedangkan, di Indonesia kan tahu sendiri bisa Rp 2,4 juta per bulan," kata dia di gedung Apindo Training Centre, Jakarta, Rabu (16/4/2014).
Soebronto pun memastikan, itu merupakan kondisi riil yang ada di Myanmar, karena 3 bulan yang lalu dia sempat berkunjung ke sana. Upah murah Myanmar menjadi salah satu daya tarik investor. Ditambah lagi, kini Myanmar mulai terbuka kepada asing soal kepemilikan lahan.
Buktinya, kata Soebronto, Tiongkok kini mulai melirik Myanmar sebagai basis produksinya, setelah terbukanya lahan untuk investasi.
Ia mengatakan, pemerintah Indonesia sendiri bersikukuh menolak Tiongkok dengan alasan melindungi usaha kecil menengah. Namun, seiring dengan masuknya Tiongkok ke Myanmar, dia khawatir pada akhirnya akan banyak juga produk Tiongkok yang membanjiri pasar Indonesia.
"Jadi nanti barang yang masuk ke kita bukan lagi Made in China, tapi Made in Myanmar," ujarnya.
Dibanding Myanmar, kondisi hubungan industrial di Indonesia dinilai kurang menarik investor. Salah satu indikasinya, paska diguncang badai kenaikan UMP tinggi pada 2012, laju pertumbuhan ekonomi menurun drastis.
Pada 2013, kalangan pengusaha di bawah Apindo merasa, kesuraman hubungan industrial seolah tak lagi punya ruang dialog. Banyak terjadi demo buruh dan 'grebek' pabrik. Apindo menilai, meski di penghujung 2013 suasana cukup kondusif dengan dikeluarkannya Inpres No.9 tahun 2013, disusul dengan Permenakertrans No.7 tahun 2013, namun hal tersebut dianggap tidak cukup efektif untuk membendung tingginya kenaikan upah minimum.
Penulis
|
: Estu Suryowati
|
Editor
|
: Erlangga Djumena
|
0 komentar:
Posting Komentar