Oleh : Beggy – Pegiat JIB (Jejak Islam untuk Bangsa)
“Yang Pindah agama itu telah banyak, tetapi lebih banyak lagi
yang lepas lolos dari ikatan Islam, tersapu habis pandangan dan cinta
Islam dari dalam hatinya.”-Buya Hamka.
Penyelenggaraan Miss World tahun 2013, yang sebentar lagi
akan berlangsung nampaknya akan terus melaju. Meskipun penyelenggaraan
itu menuai kecaman dari umat Islam di Indonesia. Pendapat kontra sudah
kita sering dengar gaungnya, mulai dari umbar aurat, pelecehan terhadap
martabat perempuan hingga bau kapitalisasi perempuan. Bahkan sejarah
mencatat di Amerika Serikat sana pun, penyelenggaraan Miss America telah
dikecam puluhan tahun silam oleh pegiat feminis.[1]
Miss World yang akan singgah dalam tanah air kita ini sebetulnya
bukan barang baru. Kecaman ulama terhadap kontes-kontes semacam ini juga
bukan sesuatu aneh dikolong langit nusantara. Ulama besar Buya Hamka
pernah mengecam kontes semacam ini. Ia bertutur,
“Orang-orang perempuan maju kemuka berlomba merebut kehidupan,
sehingga alat-alat penghias diri, alat-alat kecantikan lebih melebihi
mahalnya. Kemudian muncullah lomba kecantikan,memperagakan diri, lomba
ratu-ratuan. Perempuan muda yang cantik tampil ke muka mendedahkan
(memamerkan) dada, pinggul, dan pahanya,di tonton bersama dan diputuskan
oleh juri siapa yang lebih cantik tampil ke muka mendedahkan. Maka
ratu-ratu kecantikan itu jangan sampai menurun. Dan ini pun
menghendaki perbelanjaan banyak dan mewah. Macam-macam nama yang diberi
bagi ratu-ratu itu; Ratu Personality, Ratu luwes, Ratu daerah, Ratu
Propinsi, Ratu Nasional, dan Ratu internasional.”[2]
Tepat sekali ucapan Buya Hamka. Miss World hanyalah satu
dari sekian banyak ajang eksploitasi perempuan. Kontes semacam ini hanya
berganti-ganti kulitnya. Beribu nama bisa tercetus, namun esensinya
tetap sama. Bahkan pencitraan perempuan dengan mitos-mitos tertentu
tentang kecantikan, sudah membanjiri pikiran terdalam kita. Melalui,
iklan, sinetron, dan lainnya. Lebih mengenaskannya lagi, mulai dari
penyelenggara, peserta hingga penikmatnya adalah orang Islam itu
sendiri.
Salah satu akar dari kerusakan ini adalah lenyapnya pengetahuan di
masyarakat akan kedudukan perempuan dalam Islam. Orang Islam tak lagi
memahami kedudukan perempuan dalam agama mereka, sehingga mereka
mengamini tatkala ajang seperti Miss World disebut promosi kebudayaan, ekspresi wanita atau lebih mengenaskan lagi penghargaan pada perempuan.
Sebagian orang Islam saat ini sampai meraba-raba dalam kegelapan
pengetahuan, bagaimana cara menghargai perempuan. Sehingga jebakan
Kontes ratu-ratuan hingga mitos kecantikan dijadikan pegangan. Sementara
kedudukan perempuan yang telah digariskan Islam digugat dan diseret ke
muka umum. Diskriminasi dijadikan senapan untuk membidik ajaran Islam.
Orang Islam yang hendak mencari penghargaan diluar Islam, sejatinya tak
paham bahwa mereka makin terperosok jauh ke dalam lembah kerancuan.
Hendaklah kita resapi nasehat dari Buya Hamka tatkala berbicara penghargaan perempuan dalam Islam. Menurutnya,
“Mereka (perempuan) dipandang sebagai bagian yang sama
pentingnya dengan laki-laki dalam memikul tanggung jawab beragama,
mengokohkan aqidah dan ibadat, sehingga timbullah harga diri yang
setinggi-tingginya pada mereka, timbul ilham perjuangan.”[3]
Ketidakpahaman juga seringkali dialamatkan kepada pembagian tugas
laki-laki (suami) dan perempuan (istri). Ajaran Islam mengenai
pembagian tugas kepada istri sebagai pemelihara rumah tangga dianggap
rantai yang membelenggu. Dihakimi ramai-ramai dalam tuduhan
diskriminasi. Insyaflah kita ketika dalam hal ini ketika mengingat
keterangan Buya Hamka,
“Hanya perempuan yang kurang sehat jiwanyalah yang akan ingkar
pada pembagian tugas seperti ini. Atau perempuan yang gagal di dalam
rumah tangga lalu dia ‘kasak-kusuk’ menontonkan diri keluar minta
persamaan hak dengan laki-laki, namun dia tak kenal lagi di mana batas
hak itu.”[4]
Perihal pembagian peranan dalam rumah tangga, Buya Hamka mengingatkan,
“Pengorbanan! Itulah yang selalu diminta dari kedua belah pihak. Yang
laki-laki sampai putih rambut di kepala, mencarikan keperluan rumah
tangga. Yang perempuan habis; tenaga, memelihara rumah tangga,
menyelenggarakan suami, mendidik anak-anak. Keduanya sama-sama
berkurban!”[5]
Seandainya saja kita semua sebagai umat Islam memahami kedudukan
perempuan dalam Islam, niscaya kita tidak akan tertipu dalam kemasan
kosong kontes ratu-ratuan atau pencitraan rapuh tentang perempuan. Namun
tantangan tak berhenti di situ. Kontes ratu-ratuan ala Miss World juga menggunakan promosi kebudayaan sebagai topeng. Kita yang menentang Miss World
mungkin akan dianggap tak berbudaya atau anti budaya. Batin ini tentu
bertanya-tanya, kebudayaan macam apa yang hendak diusung Miss World?
Umat Islam di Indonesia sudah seringkali disudutkan dan dibenturkan
dengan persoalan budaya. Umat semakin terjerembab ketika tak mampu untuk
menafsirkan, kebudayaan apa yang sesuai dengan Islam di Indonesia ini?
Padahal hanya dengan memahami hakekat budaya itu sendiri umat Islam akan
mampu menepis beragam gelombang tantangan budaya ini.
Salah satu usaha menafsirkan kebudayaan ini juga datang puluhan tahun
yang silam oleh Buya Hamka. Menurut Buya Hamka penting bagi generasi
muda Islam untuk memperdalam pengetahuan ajaran Islam dan mempelajari
sejarah umatnya di Indonesia dan diluarnya,
Rabu, 30 April 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar